Monday, December 24, 2007

Victorian Barbeque

Lauritte telfon pekan lalu:

Lau :Bo, tau kan kalo Vitta mau diboyong suaminya pindah ke Hamburg?

Ct :Tau.

Lau :Nah, dia ngajakin kita barbeque-an di rumahnya. Farewell party. Minggu sore.

Ct :Boleh. Kateringnya aku yang pegang? Hahaha.

Lau :Iiihhh…kebanyakan gaul sama ibu-ibu PKK sih lo!

Ct :Abis menu barbeque itu-itu mulu!

Lau :Itu dia. No husband ya darling, jadi no beer, no billiard, no playstation. Ini barbeque kita kasi tema. Vita sih pengen ngedekor tamannya rada-rada Victorian. Bakalan banyak bunga crysant salju dan holland putih. Nah, masing-masing dari kita mesti bawa minimal satu jenis makanan. Biar gak ngebosenin.

Hmm...serius juga nih acara.

Berhubung statusku sebagai pengusaha catering, juga dorongan dari dalam diri dan bakat untuk selalu eksis dan diakui (hehehe), maka aku bertekad mempersiapkan diri menjadi bintang di acara yang cuma akan dihadiri 6 orang temen-temen deketku itu. Makanan yang kubawa jelas harus yang paling oke!

Victorian?

Kayaknya gak pantes deh kalo makanannya red meat. Sebenernya gak papa sih bawa sosis atau daging sapi, toh gak bakalan di tolak juga. Tapi kok sosis dan daging merah rasanya lebih pantas disandangkan dengan celana pendek, bir kaleng dingin, pelampung renang dan frisbee. Apa bebek aja? Hmm...terlalu berat buat pesta taman. Dagingnya rada alot dan kesannya tetep urakan.

Oke. Setelah semedi beberapa hari, akhinya aku menentukan kalo hari minggu besok aku bakalan menyiapkan:

  1. Bapocime

Bukan masakan Padang. Ini nama bikinan sendiri. Kepanjangan dari Baked Potato Cheese and Meat. Kentang direbus lalu dihancurkan sampai sangat halus. Disajikan di piring dalam bentuk seperti kentang utuh. Kemudian slice daging asap dipanaskan dengan mentega dan dipotong kecil memanjang diletakkan di atas kentang. Saus dari lelehan keju dicampur krim disiram di atasnya.

  1. UUD 45

Udang-udang 4 sehat 5 sempurna. Udang rebung merah direbus dulu dengan takaran air yang pas, hingga air rebusannya menguap dan aromanya meresap ke dalam udang. Air rebusan sudah dicampur dengan berbagai rempah-rempah, dan, ini dia, jahe. Supaya dagingnya rasanya rada-rada eksotis gitu. Boleh ditambah daun mint kalo suka, masukinnya pas air rebusannya sudah mau habis. Udah gitu, udangnya dibakar sebentar dengan minyak wijen yang dicampur jeruk nipis. Saat penyajian, tambahkan serpihan bubuk gandum sedikit di atas udang, percantik dengan rosemary dan tentu saja saus tomat hasil nge-blender sendiri.

Hari H. Aku tampil cantik dengan white dress putih. Yang penting Victorian. Gak mungkin tampil bak ratu Inggris juga secara high heel gak mungkin dipake di taman ini. Bisa mblebes.

Yang lebih cantik hidanganku. Dengan penuh percaya diri ku siapkan bawaanku itu di meja yang telah disediakan. Mundur beberapa langkah ke belakang, ah iya, masakanku yang kelihatan paling mantaf.

Tapi tar dulu...kok ada wangi-wangi sedap gitu melintas?

Winda bawa kepiting saus bangkok (Katanya. Aku juga gak tau resep itu.) Kayaknya cuma diolah pake bawang bombay di-oseng. Penyajiannya berantakkan, tapi rasanya nendang tanpa bayangan!

Navvie bawa sup ayam kental dengan saus bawang. Tampilannya juga ancur, tapi dua mangkok lewat gitu aja di mulutku tanpa terasa. You know, sruput-sruput-sruput-ngobrol-nambah lagi dong.

Ah, aku ini memang pengusaha katering kampungan! Hehehe. Buat performance, hidanganku memang kelasnya hotel berbintang, tapi toh rasa bukan cuma diujung lidah dan mata. Banyak orang-orang kita yang gak peduli sensasi di lidah, tapi kalo kuah bakso berhasil bikin panas telinga, pasti disebut nampol!

Maafkan aku dunia silat perkateringan, telah membuatmu malu. Maafkan aku teman-teman karena sempat memicingkan mata. Maafkan aku suami tercinta, berat badanku langsung nambah dua kilo!

Monday, December 10, 2007

S.O.S (Save Our Self-Esteem)

Aaaaa….ternyata! Ini buktinya.

Sales tempat fitness artis - atau biar kayak artis - yang satu ini emang suka maksa.

Katanya dapet no telpon dari temen kantorku (aku yakin sih boongan). Tiap hari nelponiiin mulu. Padahal aku sudah bilang lagi meeting (aku juga boong siy ;p).

Plak! Buat mbak-mbak yang nelponin mulu itu.

Plak plak! Buat orang yang bisa-bisanya ngasi no telponku.

Begini ya Mbak... diriku memang bukanlah artis. Tapi nama tempat mbak bekerja itu diciptakan untuk mengatrol imej bahwa inilah tempat “orang-orang penting” nge-gym. Dan orang-orang penting itu adalah orang-orang yang merasa punya power. Nah, kalo mereka “dipaksa”, otomatis sense of power-nya akan terusik, dan -malah-justru-akan segera membuktikan powernya: untuk tidak memilih tempat bekerja Mbak sebagai tempat fitness dan mbak pun gak jadi dapet komisi.

Atau, dengan teropong penggunaan bahasa lain, tempat bekerja Mbak juga berarti “merayakan”. Ditambah unsur ‘ty’ atau di-bahasa-kan menjadi ‘tas’, (bukan ‘ti’) maka artinya kira-kira ini tempat yang bersifat merayakan.

Maka jamulah kami wahai Mbak-mbak dengan rok mini. Buatlah kami selalu merasa sedang merayakan sesuatu di sana. Bukan dengan terus-terusan menelpon dan membuat kami tersiksa, karena setiap kata yang terlontar dari mulut Anda seakan berkata:

Mayday...mayday...bahaya! Perut Anda sudah membuncit. Lemak cair dan panas mulai mengintip dari pinggang, siap meleber ke mana-mana lalu menghanguskan dan meluluh lantakkan kepercayaan diri Anda! Segera evakuasi dengan menjadi anggota gym kami! Ayo..ayo..

Aku tahu beberapa celana kebanggaanku kini sudah tak lagi muat sejak berhenti kerja. Tapi please, jangan buat aku merasa menjadi mutant yang mengganggu pemandangan sosial banyak orang sampai harus ditolong!

Oya, aku juga tak menemukan satu pun alasan yang membuat aku harus ke gym seramai itu di mall.

Supaya termotivasi karena banyak orang? No thanks. I told you before, saya gak mau menjadikan peristiwa kegendutan sebagai bencana nasional hingga semua orang tau, mesti waspada dan selalu siap dengan simulasi penyelamatan diri: lari-lari di treatmill, satu-dua angkat beban..ah.

Nyari kecengan?

Aduuh, bukannya sok tua, tapi sumpah aku gak lagi tertarik melototin badan-badan bagus dan berkeringat, atau anak baru lulus kuliah lalu bekerja di perusahaan internasional yang sibuk mencet-mencet BlackBerry tiap kali gugup disapa perempuan cantik. Aku gak peduli lagi cowok berpantat seksi. Aku sekarang cuma tertarik dengan pantat suamiku yang mampu menjadikan tubuhnya duduk tegak dengan mata penuh kasih setiap menina bobokan anak kami.

Tapi bukan berarti aku akan membiarkan tubuh ini dipenuhi gelambir yaaa...

But being beautiful – both the process and the result – should be fun, shouldn’t it?